Minggu, 19 Mei 2013

Pakan Ikan (Pelet) dari Eceng gondok

PEMBUATAN PAKAN IKAN (PELET) DARI ECENG GONDOK


Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani makin meningkat, disertai dengan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi daging ikan pun semakain tinggi. Dua tahun sudah saya meninggalkan kampus tercinta Universitas Riau (UNRI), dan memulai usaha dibidang perikanan yaitu budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan hasil yang sangat memuaskan, hal itu bukan dilihat dari berapa omset yang saya peroleh melaikan besarnya minat masyarakat setempat untuk mengonsumsi ikan segar.
Selain saya sendiri disekitar lingkungan tinggal saya sudah banyak masyarakat yang membudidayakan beberapa jenis ikan, seperti nila, ikan mas, dan semah. Dengan system konvensional atau pun dengan penerapan teknologi budidaya kolam air deras, dan keramba jaring apung (KJA). Hasil yang diperoleh oleh petani ikan setempat cukup menjanjikan. Namun sungguh disayangkan tingginya harga pakan buatan (Pabrikan) yang dijual dipasaran sering menimbulkan permasalahan tersendiri bagi petani ikan tersebut, dengan kisaran harga per zak Rp. 335.000 hingga Rp. 450.000, dimana hal ini menyebabkan masa panen ikan menjadi lebih lama karena petani jadi ngirit dalam pemberian pakan, dan automatis menyebabkan coss produk menjadi tinggi, sedangkan harga per kilo gram ikan seperti nila hanya Rp. 20.000 – Rp. 25.000, dan ikam mas hanya Rp. 20.000/kg. ditempat saya.
Dari hal diatas saya melakukan beberapa percobaan dalam pembuatan pakan ikan untuk meningkatkan hasil produksi khususnya untuk usaha perikanan yang saya geluti. Dari beberapa pecobaan selama 1 tahun terakhir ini saya menemukan pakan ikan yang nilai gizinya cukup baik. Dalam hal ini saya mendapatkan bahwa Eceng gondok dapat di jadikan pakan ikan dilihat dari komposisi kimianya, lihat uraian dibawah :
Kandungan dalam Enceng Gondok
Komposisi kimia daun Eceng gondok.
1.     Bahan Kering                                                     : (BK ) 83,34
2.     Protein Kasar (PK )                                          : 40 %
3.     Serat Kasar (SK )                                               : 15,25
4.     Lemak Kasar (LK)                                              : 3,67
5.     Bahan Ekstak Tanpa Nitrogen (BETN)             : 31,53
6.     Kalsium (Ca)                                                       : 1,81
7.     Posfor (P)                                                            : 0,52
8.     Abu                                                                    : 16,46
9.     Energi kasar (GE)                                              : 33,84 Kal/gr

Sumber : 1) Lab. Balitnak Bogor (komunikasi pribadi, 2001)

Disamping itu daun eceng gondok mengandung mineral yang cukuptinggi. Menurut SUPARNO (1979) yang disitasi oleh HARTADI et al.(1985) daun eceng gondok mengandung kalsium lebih tinggi dari pada batang, dan akarnya. Kalsium dalam daun berguna untuk menetralkan asam organik hasil metabolisme (seperti asam oksalat) yang bersifat racun bagi ternak .LITTLE (1968) dalam SUHARSONO (1979) melaporkan bahwa daun eceng gondok diperkaya dengan kandungan karotennya yang cukup tinggi sekitar 109.000 IU /100 gram. Hijauan eceng gondok dalam penggunaannya juga dapat dibuat sebagai konsentrat protein daun (KPD). KPD eceng gondok biasanya mengandung protein kasar 40 % . Tiga perempat (3/4) bagian merupakan protein murni (true protein) clan nilai biologinya berada di antara kedelai dan air susu. KPD berwarna hijau, dari segi palabilitas akan lebih menguntungkan jika dicampur dengan bahan pakan lainnya (HARTADI et al., 1985).

Dalam bidang lain eceng gondok telah dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti ayam, dan itik, dari hal tersebut saya mencoba untuk membuat pakan ikan (pelet) dari eceng gondok sebagai suplemen nabati selain suplemen hewani yang berasal dari tepung ikan, tepung darah, dan tepung kepala udang. Dari hasil yang saya peroleh menunjukkan pertumbuhan ikan terutama pada ikan nila sangat baik.

Cara Pembuatan Pakan Ikan Dari Eceng Gondok

Eceng gondok yang akan digunakan sebagai suplemen nabati diambil daun dan pelepahnya 5 cm dari bawah daun. Selanjutnya dipotong-potong dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering digiling untuk dijadikan tepung. Selanjutnya dilakukan penambahan dengan tepung ikan sebagai suplemen hewani (Dua komponen tersebut merupakan bangsal B).
Kemudian bangsal B tersebut ditambahkan dengan bangsal A, dimana bangsal A ini diambil dari dedak halus dan, tepung tapioka atau bisa juga digunakan tepung terigu. Selanjutnya ketiga komponen dari yaitu bangsal B dan, bangsal A diaduk sehingga semua adonannya menjadi homogen dan, dilakukan pembuatan pelet ikan seperti mana biasanya.

Penggunaan pakan dari eceng gondok ini saya lakukan di Desa Betung Kuning,  Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi dengan Suhu ruang rata-rata 27-290C, suhu air pada saat hujan rata-rata 21-220C, suhu air pada saat panas 23-250C, pH air 6-7, dengan curah hujan rata-rata 800-3000mm/tahun. Saya mendapatkan hasil bahwasanya ikan nila yang mengonsumsi pakan dari eceng gondok memiliki laju pertumbuhan yang baik yaitu dari ukuran benih 3-5mm dalam waktu 1 minggu dapat mencapai ukuran 5-8mm, hasil tersebut sangat memuaskan. Untuk daerah lain dengan suhu yang lebih tinggi dan, lebih stabil memungkinkan laju pertumbuhan ikan lebih cepat. Terima kasih. 

CATATAN:
1.      Bangsal A, yaitu Jumlah nilai Protein dibawah 20% dibagi jumlah jenis bahan
2.      Bangsal B, yaitu Jumlah nilai Protein diatas 20% dibagi jumlah jenis bahan
3.      Sisa dari pembuatan pakan ikan dari eceng gondok berupa pelepah dapat dijadikan produk lainnya.

Kamis, 16 Desember 2010

DESKRIPSI

Kabupaten Kerinci memiliki letak geografi antara 10 40’ Lintang Selatan sampai dengan 20 26’ Lintang Selatan dan antara 1010 08’ Bujur Timur sampai dengan 1010 50’ Bujur Timur. Dengan luas wilayah Kabupaten 4.200 Km2 dan ketinggian dari permukaan laut 500 meter sampai 1.500 meter. Kabupaten kerinci memiliki 17 Kecamatan yaitu,
Kec. Gunung Raya 743,85 Km2   
Kec. Batang Merangin 566,10 Km2   
Kec. Keliling Danau 303,20 Km2   
Kec. Danau Kerinci 297,30 Km2    
Kec. Sitinjau Laut 39,5 Km2   
Kec. Tanah Kampung 11 Km2   
Kec. Sungai Penuh 191,77 Km2    
Kec. Hamparan Rawang 21,64 Km2
Kec. Pesisir Bukit 21,4 Km2  
Kec. Kumun Debai 142 Km2   
Kec. Air Hangat 222,21 Km2   
Kec. Air Hangat Timur 151,52 Km2   
Kec. Depati Tujuh 25,8 Km2   
Kec. Gunung Kerinci 444,76 Km2   
Kec. Siulak 590,2 Km2   
Kec. Kayu Aro 266,55 Km2   
Kec. Gunung Tujuh 162,5 Km2   
Dengan keadaan dan letak geografi berada pada daerah dataran tinggi maka kabupaten Kerinci memiliki suhu rata-rata 21,70 C, keadaan suhu air rata-rata 180 C, dan memiliki perairan darat yang cukup luas yaitu perairan Sungai dan Danau. Kabupaten Kerinci memiliki 4 sungai besar yang bermuara di Danau Kerinci yaitu :
Sungai Batang Sangkir
Sungai Penuh
Sungai Batang Merangin
Sungai Pulau Tengah
Sebagian besar sungai memiliki DAS dengan karakter perairan deras dangkal dan bebatuan, pada bagian pertengahan hingga hulu sungai dan perairan pasir berlumpur pada bagian muara sungai yang bermuara di Danau Kerinci.

IKAN SEBATU
Dengan kondisi alam yang baik Kabupataen Kerinci memiliki keaneka ragaman hayati yang cukup tinggi salah satunya yaitu Ikan Sebatu   Ikan Sebatu ini belum diketahui berasal dari jenis ikan apa, dan spesies ikan apa. Ikan Sebatu ini hidup pada perairan dingin dengan suhu rata-rata 180 C di perairan yang jernih dan dangkal, dengan karakter DAS yang memiliki bebatuan serta berarus deras. Ikan ini memiliki habitat pada dasar perairan dan menempel pada batu yang ditumbuhi lumut yang merupakan pakan alami bagi ikan.
Masyarakat setempat menamakan hewan yang hidup di perairan sungai ini dengan nama Ikan Sebatu, hal itu disebabkan karena hewan tersebut hidup dan tinggal rata-rata di dalam air dan hanya hidup pada perairan yang deras dan dangkal serta memiliki tingkat kejernihan air yang baik dan memiliki bebatuan. Masyarakat di daerah tempat Ikan Sebatu ini hidup sering memanfaatkan ikan tersebut untuk konsumsi sehari-hari dengan mengolahnya manjadi pepes dan disambal, sebelum terjadinya kelangkaan dan penurunan jumlah populasi ikan. Walaupun masyarakat setempat menyatakan hewan ini sebagai ikan, harus kita ketahui bahwa berdasarkan ciri-ciri tubuh dan bentuk tubuh jauh sekali dari bentuk ikan yang biasanya kita temukan dan, cara makan dari hewan ini adalah dengan menggerus permukaan batu.
Ciri-ciri Ikan Sebatu :
1.      Ciri-ciri Morfologi :
·         Bentuk Tubuh Pipih Depressed
·         Memiliki Kaki (Pada Usia dewasa memiliki sepasang kaki)
·         Tidak Memiliki sisik
·         Memiliki Gurat Sisi
1.      Gurat Sisi Primer 3 buah
2.      Gurat Sisi Sekunder rata-rata 50 buah dimana setiap gurat sisi saling berhubungan
·         Tidak Memiliki Sirip Dada
·         Memiliki Sepasang Sirip ekor
·         Memiliki alat Penghisap (Succer)
·         Memiliki Mulut (terletek pada tengah succer)
·         Pada bagian Ventral terdapat organ tubuh untuk menempel (bukan Succer)
·         Warna kulit bervariasi (Hitam bercak bercak dan coklat bercak-beca)
·         TL 5 mm hingga 50 mm
·         Bdl 5mm
·         Lebar Kepala 10mm
·         Panjang Kepala 10mm
1.              Ciri-ciri Anatomi
·            Memiliki Faring
·            Tenggorokan
·            Usus
1.      Usus Memilliki 3 cabang yng bervariasi antara 1 cm, 4 cm, 11 cm.
·            Lambung
·            Anus
·            Berdarah Putih

Perlu untuk diketahu bahwa ikan ini tidak tahan pada perubahan suhu yang konstan dan bersuhu tinggi serta tidak dapat hidup pada rentang waktu 1 menit diatas permukaan air dan tidak dapat hidup pada perairan yang keruh dan berlumpur pasir.

GAMBAR IKAN SEBATU.
BAGIAN BAWAH IKAN
BAGIAN ATAS IKAN
TEMPAT DAUR HIDUP IKAN

Jumat, 19 Maret 2010

Prinsip dan Proses
Pengalengan Pangan

P. Hariyadi, F. Kusnandar,
dan N. Wulandari

Topik
3
Sub-topik 3.1. Prinsip dan Tahapan Proses Sterilisasi Komersial

Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah menyelesaikan sub-topik 3.1 ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan prinsip dan tahapan proses pengalengan pangan untuk tujuan
sterilisasi komersial produk pangan berasam rendah, serta titik-titik kritis
yang harus diperhatikan.

Pendahuluan

Sterilisasi komersial produk pangan berasam rendah (pH≥4,5 dan Aw>
0,85) dalam kaleng sangat umum dilakukan di industri pangan dan banyak
produk pangan hasil proses sterilisasi komersial ini yang dipasarkan secara luas
dan dikonsumsi masyarakat. Proses pengalengan produk pangan dalam kemasan
(kaleng, gelas atau kantung rebus) secara umum melibatkan proses sterilisasi
dalam retort statis. Proses sterilisasi merupakan tahapan yang paling penting
yang akan menentukan daya awet produk dan keamanannya. Proses yang dila-
kukan melibatkan serangkaian proses mulai dari persiapan bahan baku hingga
tahap pengemasan dan penggudangan.

Modul Sub-topik 3.1 ini membahas tentang proses pengalengan produk
pangan dalam kemasan yang umum dipraktekkan di industri pengalengan,
terutama pengalengan dengan menggunakan retort statis. Untuk memudahkan
pembahasan, diambil kasus teknologi pengalengan untuk buah. Prinsip penga-
lengan ini dapat juga diterapkan untuk produk pangan lain.

Proses Pengalengan

Gambar 3.1 memperlihatkan contoh proses pengalengan buah-buahan
dengan menerapkan proses sterilisasi komersial dalam retort statis. Masing-
masing tahap proses tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan
26

Buah

Sortasi

Pencucian

Pengupasan

Perajangan/
Pemotongan

Blansir

Pengisian dalam kaleng

Penambahan larutan/sirop

Exhausting

Penutupan kaleng

Sterilisasi (retorting)

Pendinginan

Pengeringan dan
pelabelan

Penyimpanan/ distribusi

Gambar 3.1. Skema umum pembuatan buah dalam kaleng

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan
27

Pemilihan bahan baku dan bahan tambahan

Semua bahan pangan yang digunakan dalam proses produksi harus bersih,
aman, dan memenuhi standar mikrobiologi, fisik, kimia dan organoleptik yang
berlaku. Untuk menjamin bahwa semua bahan dan ingredien memenuhi syarat-
syarat tersebut harus dilakukan langkah-langkah untuk menjaminnya, seperti
pencucian dengan air bersih, penanganan, pewadahan, pemotongan, penyim-
panan, dan transportasi dengan alat-alat yang menjamin kebersihan dan kea-
manannya. Lebih lanjut, semua bahan-bahan yang digunakan juga harus bebas
dari hama dan serangga. Khusus untuk bahan baku dan ingredien beku harus
disimpan dalam kondisi beku sampai waktu digunakan. Proses thawing (pele-
lehan) harus dilakukan pada kondisi lingkungan produksi yang bersih dan higienis
untuk menghindari kontaminasi dan pertumbuhan mikroba selama proses
thawing tersebut. Bahan-bahan tambahan yang digunakan untuk membantu
proses dan meningkatkan produk harus merupakan bahan yang aman dan
khusus untuk pangan serta dalam konsentrasi dan kondisi yang tepat.
Pemilihan kemasan dan penanganan bahan kemasan

Kemasan yang digunakan untuk mengemas pangan yang dikalengkan harus
mampu melindungi makanan dari mulai proses produksi sampai ke tangan kon-
sumen. Kemasan harus mampu melindungi produk dari mikroba, udara luar, air,
dan kontaminan lain. Kemasan tersebut juga harus mampu mempertahankan
produk dari kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis sampai makanan tersebut
dikonsumsi. Kemasan yang dipilih untuk suatu produk harus disesuaikan dengan
karakteristik produk untuk mengoptimalkan fungsi dari kemasan dan menghin-
dari migrasi komponen-komponen kemasan yang dapat membahayakan kese-
hatan dan keselamatan konsumen.

Ukuran kemasan yang digunakan dapat dise-suaikan dengan kebutuhan
tetapi harus dijamin bahwa fungsi utama kemasan tetap terpenuhi dan produk
tersterilisasi dengan cukup. Kemasan dan proses pengemasan harus dikontrol
dan dievaluasi secara rutin untuk menjamin integritas kemasan. Khusus untuk
kemasan kaleng bagian-bagian yang harus diperhatikan secara khusus adalah
bagian sambungan di badan kaleng dan bagian penutupan. Bagian-bagian ini
harus dilindungi secara khusus untuk menghindari terjadinya kontaminasi ulang.
Perlakuan khusus tersebut di antaranya adalah menghindari kontak langsung
bagian penutupan dengan sumber kontaminasi.

Proses sortasi dan pencucian

Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-
kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang.
Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-
nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah
pemanasan dalam retort. Setelah sortasi dilakukan pencucian dengan tujuan
untuk membersihkan buah dari kotoran-kotoran.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

28

Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan

Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan.
Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemo-
tongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng.

Proses blansir

Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam
proses pengalengan buah dan sayur dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya
sebelum dikenai proses lanjutan. Proses blansir ini berguna untuk (a) member-
sihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal; (b) meningkatkan suhu
produksi produk atau jaringan; (c) membuang udara yang masih ada di dalam
jaringan; (d) menginaktivasi enzim; (e) menghilangkan rasa mentah; (f) mem-
permudah proses pemotongan (cutting, slicing, dll); (g) mempermudah pengu-
pasan; (h) memberikan warna yang dikehendaki; dan (i) mempermudah penga-
turan produk dalam kaleng.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan
buah dalam air mendidih selama 5–10 menit. Lama pencelupan tergantung jenis
dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu
memperhatikan hal-hal berikut : (a) Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan
suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan; (b) Air yang digunakan untuk pro-
ses blansir harus diganti secara rutin; (c) Suhu akhir produk setelah blansir harus
sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan (d) Produk yang telah diblansir
tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.

Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada suatu
ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan demikian umumnya
sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan pada medium pemanasnya, maka
peralatan blansir (blancher) dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot-water
blancher. Secara umum, perbandingan antara steam blancher dan hot-water
blancher tercantum pada Tabel 3.1. Salah satu contoh alat blansir adalah pada
Gambar 3.2.
Tabel 3.1. Perbandingan keuntungan dan kerugian antara steam blancher dan
hot-water blancher.

Peralatan

Steam
Blancher

Keuntungan
 Kehilangan komponen larut
air dapat ditekan
 Produksi limbah lebih rendah
(biaya pembuangan limbah
lebih murah)
 Lebih mudah untuk
dibersihkan

Kerugian
 Bahan pangan hanya
mengalami proses
pencucian dan
pembersihan secara
terbatas
 Memerlukan biaya modal
yang lebih tinggi
 Mungkin terjadi proses
blansir yang tidak merata

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

29

Peralatan

Hot-water
blancher

Keuntungan

 Biaya modal lebih rendah
 Penggunaan energi panas
dari air panas lebih efesien

Kerugian
jika jumlah produk yang
diblansir cukup besar
 Penggunaan energi panas
dari uap panas kurang
efisien
 Kerusakan/kehilangan
komponen larut air cukup
tinggi (termasuk vitamin,
mineral dan gula)
 Jumlah limbah dan biaya
pengolahan limbah tingggi
 Terdapat resiko
kontaminsasi bakteria,
terutama bakteria termofilik

Gambar 3.2. Proses blansir dengan sistem kontinyu

Pengoperasian peralatan blansir perlu memperhatikan faktor yang mempe-
ngaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya kerusakan komponen-komponen
mineral, vitamin dan komponen larut air lainnya. Kehilangan vitamin (Tabel 3.2)
terutama disebabkan karena terjadinya pelepasan (leaching), kerusakan karena
panas (thermal destruction) dan oksidasi.
Besarnya kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Vari-
etas; (2) Tingkat kemasakan/kematangan; (3) Metode penanganan (terutama
tingkat pemotongan, pengirisan, dll, yang mempengaruhi rasio luas permukaan/
volume bahan); (4) Penggunaan medium pemanas dan pendingin; (5) Lama dan
suhu pemanasan; dan (6) Rasio air/bahan yang diblansir (terutama jika diguna-
kan air sebagai medium pemanas atau pun pendingin)

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

30

Tabel 3.2. Pengaruh berbagai metode blansir terhadap kerusakan vitamin C
pada beberapa sayuran
Kerusakan Vitamin C (%)

Perlakuan Blansir

Kacang
polong (peas) Brokoli

Buncis
(green
bean)

Blansir dengan air panas +
Pendinginan dengan air dingin
Blansir dengan air panas +
Pendinginan dengan udara dingin
Blansir dengan uap panas +
Pendinginan dengan air dingin
Blansir dengan uap panas +
Pendinginan dengan udara dingin
Sumber : Cumming, et al., 1984.

29,1

25,0

24,2

14,0

38,7

30,6

22,2

9,0

15,1


19,5

17,7

18,6

Dalam bentuk yang paling sederhana, peralatan blansir terdiri dari konveyor
berupa skrin yang akan membawa bahan pangan masuk ke dalam uap. Waktu
tinggal (residence time) bahan pangan dalam ruangan blansir ini dapat diken-
dalikan dengan mengatur kecepatan konveyor.

Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng

Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng.
Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh.
Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head
space.
Proses pengisian sirop

Kemudian dituangkan larutan sirop. Sama halnya dengan pada saat pengi-
sian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan
bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi teren-
dam.

Proses exhausting

Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses
exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar
udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada
kaleng setelah penutupan, sehingga (i) mengurangi kemungkinan terjadinya
kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama
pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-
reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Tingkat kevakuman kaleng

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

31

setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir mem-
bantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara (i) melakukan pengisian produk
ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi panas, (ii) memanaskan
kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau (iii) secara meka-
nik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan proses berlangsung
selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 -
70°C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk
yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau
tidak.

Pembentukan ruang hampa (head space)

Ketika produk keluar dari exhauster, dilakukan pengaturan volume larutan
garam. Bila larutannya kurang, maka ditambahkan lagi oleh operator. Sedangkan
bila terlalu berlebihan, maka larutan garam dikeluarkan. Batas pengisian larutan
garam adalah harus sesuai dengan ruang hampa (head space) yang ditetapkan,
yaitu sekitar 1/10 dari tinggi kaleng. Untuk kaleng 8oz ruang hampa kira-kira 5.8
mm sedangkan untuk 68oz antara 5-10 mm. Pada dasarnya, adanya ruang
hampa tersebut harus dapat menjamin tekanan vakum dalam kaleng minimal
12.7 inch Hg.
Ruang hampa perlu diperhatikan supaya ketika terjadi pengembangan isi
terdapat ruangan yang dapat ditempati sehingga tidak menyebabkan penggem-
bungan kaleng. Isi kaleng yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi
cembung yang meskipun tidak menyebabkan kerusakan, tetapi menurunkan
mutunya karena disangka busuk.

Di samping itu, adanya ruang hampa tersebut akan berguna untuk mera-
patkan penutupan kaleng, karena pada waktu uap air mengembun di dalam
kaleng, maka tekanan di dalam ruang hampa menjadi turun, sehingga tekanan
atmosfir dari luar akan menekan tutup kaleng dan penutupan menjadi kuat (Wi-
narno et al, 1980).

Proses penutupan kaleng

Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-
metis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan ka-
leng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanan-
nya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena
daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng
(terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan pro-
duk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terja-
dinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan.
Proses penutupan kaleng (hermetic seaming) dilakukan segera setelah
medium pemanas diisikan ke dalam kaleng. Proses ini dilakukan secara hermetis
dengan menggunakan double seamer sehingga disebut dengan istilah metode
double seamer, artinya proses dimana terjadi penggabungan badan kaleng

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan dengan tutup. Istilah ini berasal dari dua langkah yang diperlukan untuk proses
penutupan baik operasi pertama dan operasi kedua.

Operasi penutupan kaleng berlangsung dengan adanya tiga bagian dasar
pada alat double seamer, yaitu base plate, seaming chuck roll untuk operasi
pertama dan operasi kedua. Bagian Base plate berfungsi menekan badan kaleng
pada posisinya, seaming chuck memegang tutup kaleng (lid) dan menekannya
pada operasi I dan operasi II (Gambar 3.3).

Gambar 3.3. Proses penutupan kaleng (double seaming)

Operasi penutupan kaleng dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) kaleng
yang berisi bahan akan dialirkan ke bagian alat double seamer disertai dengan
masuknya tutup kaleng. Ketika sampai di bagian base plate, kaleng akan ter-
angkat dan akan bergabung dengan bagian tutup kaleng. (2) Setelah bergabung,
rol I akan menyentuh lekukan pada tutup kaleng Dengan adanya putaran mesin,
tutup terlipat ke bawah lalu dibengkokkan lagi ke atas. Sementara itu bibir
kaleng juga tertekan dan membengkok ke bawah. Sampai disini kerja rol I
selesai lalu menjauhi chuck. (3) Begitu rol I selesai bekerja, rol II mulai bekerja,
yaitu mendekati chuck dan dengan lekukan yang lebih lebar, akan menekan
lipatan yang sudah terbentuk pada rol I, sementara itu mesin berputar terus. (4)
Setelah rol II selesai bekerja dan menjauhi chuck, base plate bersama-sama ka-
leng yang telah tertutup turun lagi dan proses penutupan kaleng selesai.
Penyimpanan dalam keranjang retort

Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke
dalam keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi (Gambar 3.4). Ben-
tuk keranjang yang digunakan berkapasitas 450 buah untuk kaleng 8oz dan 62
buah untuk kaleng 68oz.

Selama proses penyimpanan kaleng dalam keranjang ini, suhu kaleng harus
tetap berada di atas 60°C untuk memenuhi standar suhu awal produk sebelum
proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, bila proses tersebut terlalu lama
yang menyebabkan kaleng mulai mendekati suhu minimum, maka kaleng harus
segera dimasukkan ke dalam retort. Biasanya holding time maksimum yang
dapat mempertahankan suhu tetap di atas 60°C dari sejak selesai proses penu-
tupan sampai awal proses sterilisasi adalah 30 menit.


Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

33

Gambar 3.4. Proses memasukan kaleng dalam retort

Proses sterilisasi

Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam
proses pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara
keseluruhan. Proses sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan
ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah
121.1oC (250oF).

Proses sterilisasi dalam sistem batch umumnya dilakukan dengan menggu-
nakan retort statis, yaitu sebuah tabung bertekanan tanpa pengaduk yang digu-
nakan untuk pengolahan produk pangan dalam wadah tertutup. Pada umumnya,
industri pengolahan pangan steril komersial menggunakan tipe retort vertikal
atau horizontal. Secara umum, wadah diletakkan dalam rak, peti, kendaraan/
gerbong, keranjang atau baki untuk pemuatan dan pembongkaran dalam retort.

Sterilisasi adalah proses pemanasan yang diberikan pada bahan dengan
tujuan untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen dalam kaleng. Mikroba
yang terutama harus dimatikan adalah mikroba anaerobik yang tumbuh pada pH
di atas 4.5. Hal ini disebabkan kondisi dalam kaleng adalah vakum dan produk-
nya tergolong bahan pangan berasam rendah (low acid food). Salah satu mikro-
ba yang harus dimatikan tersebut adalah Clostridium botulinum yang tergolong
bakteri anaerobik mesofilik yang dapat menghasilkan racun botulinum yang
berbahaya bagi manusia.
Proses sterilisasi harus dilakukan secepat mungkin setelah proses penu-
tupan kaleng untuk mencegah kesempatan mikroba memperbanyak diri. Bila
holding time terlalu lama, maka jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan
terlalu banyak, sehingga standar proses sterilisasi yang telah ditetapkan tidak
dapat membunuh semua mikroba pembusuk dan patogen yang ada.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

34

Waktu dan suhu yang diperlukan untuk proses sterilisasi biasanya tergan-
tung pada konsistensi atau ukuran partikelnya, derajat keasaman isi kaleng,
ukuran head space, besar dan ukuran kaleng, kemurnian uap air (steam) yang
digunakan, dan kecepatan perambatan panas. Setiap siklus proses sterilisasi
panas menggunakan retort harus berlangsung mengikuti secara ketat sesuai
standard proses yang telah ditetapkan.
Suhu awal kaleng harus berada di atas 60°C. Hal ini disebabkan pada suhu
di bawah 60°C dikhawatirkan terjadi pertumbuhan mikroba, baik mikroba meso-
filik maupun termofilik yang tumbuh pada kisaran suhu 37-55°C. Dengan demi-
kian akan menambah jumlah awal mikroba yang akan berpangaruh terhadap
keberhasilan proses sterilisasi. Bila kondisi tetap dipertahankan standar yang
ditetapkan, maka kemungkinan terjadi under process, yaitu proses tidak cukup
membunuh mikroba patogen dan pembusuk yang ada. Sedangkan bila kondisi
dirubah untuk menyesuaikan dengan jumlah mikroba awal, maka akan terjadi
overprocess, yaitu proses berlebihan yang akan menyebabkan kerusakan bahan
yang disterilisasi. Tabel 3.3 memperlihatkan contoh standar proses sterilisasi
makanan kaleng dengan menggunakan retort vertikal pada sterilisasi nenas
dalam kaleng dengan menggunakan kaleng berukuran 8 oz dan 68 oz.

Tabel 3.3. Contoh standar proses sterilisasi makanan kaleng
dengan menggunakan retort vertikal
ukuran Kaleng
Spesifikasi
8 oz 68 oz
Suhu produk awal (oC)
Waktu venting (menit)
Suhu venting
Come Up Time (menit)
Suhu proses (oC)
Waktu proses (menit)
Kadar klorin air (ppm)
Tekanan Retort (kg/cm2)
Suhu akhir setelah pendinginan (°C)

60
8
110
10
128.5
32
>= 0.2
1.5 ± 0.2
38-42

60
8
110
10
128.5
50-55
>= 0.2
1.5
38-42

Karena retort adalah tabung bertekanan, maka retort terbuat dari plat
setebal ¼ inci (0,63 cm) atau lebih dengan bentuk tertentu dengan pengelasan.
Pintu atau atau penutup dibuat dari besi tuang atau plat tebal. Berbagai macam
kunci digunakan untuk keamanan pintu dan harus selalu dalam kondisi yang
prima untuk mencegah peledakan selama operasi. Hal ini penting bagi kesela-
matan pekerja mengingat tekanan di dalam retort sangat kuat. Pada suhu 250°F
(121°C) besar tekanan di dalam retort mencapai 15 psia, atau sekitar 10 ton
beban menekan penutup atau pintu.

Apabila proses pengalengan menggunakan gelas, maka jenis retort yang
digunakan adalah retort bertekenan berlebih (overpressure). Yang dimaksud

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

35

dengan tekanan berlebih (overpressure) adalah tekanan yang diberikan kedalam
retort di atas tekanan yang diberikan oleh medium pemanas uap atau air pada
suhu proses tertentu. Sebagai contoh, tekanan yang diberikan kepada retort
pada suhu 250oF (121oC) adalah sekitar 15 psi, sedangkan pada suhu yang sama
retort dengan tekanan berlebih dapat beroperasi dengan tekanan 25 sampai 35
psi. Retort yang dirancang untuk proses dengan tekanan berlebih membutuhkan
beberapa perbedaan dasar baik dalam peralatan maupun dalam pengoperasian-
nnya.
(a) Venting

Venting adalah proses pengeluaran udara yang terdapat di dalam retort
sebelum proses sterilisasi dimulai (Gambar 3.5). Dengan demikian, selama
proses sterilisasi berlangsung uap dalam retort berasal dari steam murni. Hal ini
perlu dilakukan, karena dalam uap air murni hubungan antara suhu dan tekanan
adalah linier yang akan memudahkan operator dalam membaca dan mengetahui
suhu dan tekanan dalam retort melalui manometer atau pressure gauge. Adanya
udara-udara lain dalam retort juga akan menyebabkan terjadinya penghambatan
penetrasi panas dari retort ke dalam kaleng yang akan mempengaruhi keber-
hasilan proses sterilisasi.

Gambar 3.5. Proses venting

Di samping itu, venting bertujuan untuk menyeimbangkan antara suhu
dengan tekanan. Apabila tidak dilakukan venting, maka dapat terjadi suhu tidak
sesuai dengan tekanan, karena tekanan akan lebih cepat meningkat dibanding-
kan suhu. Venting juga bertujuan untuk meningkatkan suhu awal kaleng se-
hingga dapat sesuai dengan suhu retort.

Venting dimulai dengan mengeluarkan dahulu air yang mungkin masih
tersisa dalam retort dengan membuka valve drainage. Kemudian saluran venting
(venting valve) dan bleeder dibuka dan uap panas (steam) dialirkan ke dalam
retort. Sedangkan seluruh katup (valve) untuk air/udara harus tertutup. Venting

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

36
berlangsung kira-kira 8 menit sampai suhu retort mencapai 110°C. Setelah
venting selesai, saluran klep venting ditutup, sedangkan saluran uap panas tetap
dalam keadaan terbuka.

Penjadwalan venting biasanya dirancang oleh seorang ahli pengolahan atau
oleh industri pengalengan makanan itu sendiri. Untuk memastikan bahwa udara
keluar selama periode venting, pengesetan waktu dan suhu proses harus disesu-
aikan dengan penjadwalan proses. Proses pemanasan atau sterilisasi pada retort
tidak boleh dimulai sebelum venting benar-benar selesai dan kemudian suhu
proses dapat dicapai dan dipertahankan. Sebagai tanda bahwa proses venting
telah selesai secara visual biasanya tidak ada lagi letupan-letupan udara yang
terjadi pada vent dan uap keluar secara penuh dari ventilasi.

Sebelum siklus retort dimulai, terdapat udara dalam jumlah yang banyak
dalam retort. Retort horizontal dengan muatan penuh kaleng masih terdapat
sekitar 70 – 80% ruangan yang masih dipenuhi udara sebelum dimulainya proses
venting. Sedangkan untuk retort vertikal bermuatan penuh, biasanya lebih dari
60% ruangan terisi oleh udara. Karena itu penting sekali membuang udara
sebelum proses uap berlangsung, karena udara bukanlah penghantar panas yang
baik (isolator) sehingga udara dapat menghambat proses penetrasi panas. Untuk
retort yang menggunakan uap sebagai medium pemanas, tes distribusi suhu
perlu dilakukan untuk menentukan jadwal venting yang baik.
(b) Pencapaian suhu retort (CUT)

Selama aliran uap panas terbuka dan saluran venting tertutup, maka retort
akan meningkat suhunya. Recorder suhu akan mulai naik sampai mencapai suhu
proses. Peningkatan suhu ini dilakukan sampai mencapai suhu dan tekanan yang
diinginkan, yaitu pada 128.5°C dan tekanan 1.5 kg/cm2. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai suhu retort tersebut adalah 2 menit. Sedangkan waktu total
sejak awal venting sampai tercapai suhu retort adalah 10 menit yang disebut
dengan Come Up Time (CUT).
CUT adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu retort sampai
mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari
mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya retort mencapai suhu
retort. Dari pengalaman empiris, diketahui bahwa hanya 40% dari CUT mem-
punyai efek letal yang signifikan bagi tercapainya sterilitas. CUT biasanya dimulai
dari 0 hingga 0.5-0.6 menit tergantung pada penjadwalan proses pemanasan
yang dirancang oleh seorang ahli pengolahan. Semakin cepat CUT maka suhu
proses akan semakin tinggi dan waktu proses yang dibutuhkan untuk mencapai
suhu tersebut akan semakin cepat sehingga dapat menghemat energi yang
digunakan pada proses pemanasan tersebut.
(c) Sterilisasi

Proses sterilisasi (pemanasan dengan menggunakan suhu tinggi) yang dila-
kukan terhadap bahan pangan di dalam retort sebenarnya merupakan rangkaian
kegiatan untuk menghitung waktu proses yang tepat untuk suatu bahan pangan
dalam wadah/kemasan agar nantinya diperoleh nilai sterilitas yang diinginkan

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

37
untuk menjamin keamanan produk atau bahan pangan dalam kemasan/wadah
tersebut.

Selama proses berlangsung, suhu harus dipertahankan sedemikian rupa
sehingga suhu tidak kurang dari 127°C dan tidak lebih dari 130°C. Sedangkan
tekanan harus dipertahankan pada 1.5 kg/cm2. Hal ini perlu diperhatikan, karena
bila suhu kurang dari standar, akan terjadi underprocess, sedangkan bila suhu
lebih dari standar, akan terjadi overprocess. Untuk mempertahankan kondisi
tersebut, maka aliran uap panas diatur. Bila suhu terlalu tinggi, maka uap panas
dikurangi, sedangkan bila terlalu rendah aliran uap panas ditambah. Tekanan
akan tetap stabil selama suhu proses tetap stabil.
Apabila terjadi proses dimana suhu menyimpang dari standar (misalnya
terjadi drop), maka operator harus melakukan hal berikut. Bila drop terjadi sebe-
lum proses berlangsung lebih dari 5 menit, maka waktu proses mulai diukur
ketika mulai terjadi drop tersebut. Sedangkan bila terjadi setelah waktu tersebut,
maka operator harus menambah waktu proses selama waktu dimana terjadi drop
(misalnya, bila drop terjadi selama 2 menit, maka waktu proses ditambah selama
2 menit). Setelah proses sterilisasi selesai, maka aliran uap panas dihentikan
dengan menutup klep aliran uap panas.

Proses pendinginan

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin.
Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan
yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke
dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan
memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan
biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang
besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak
menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.

Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk
mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendi-
nginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup kerankeran
lainnya. Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah
dan bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan
agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan
secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi
penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu
menahan kenaikan tekanan tersebut.

Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-
kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort
telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendi-
nginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus
untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada
kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

38

Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-
capai 38-42°C. Suhu tersebut dapat dilihat pada catatan recorder. Aliran air
pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort (Gambar 3.6). Seluruh proses sterilisasi sejak
venting sampai pendinginan akan dicatat pada rekorder. Dari catatan tersebut
dapat diketahui apakah proses yang dilakukan berjalan secara sempurna atau
terjadi penyimpangan. Data ini penting dalam melakukan pengawasan mutu
produk akhir.

Gambar 3.6. Proses pendinginan setelah sterilisasi

Pengeringan

Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan diber-
sihkan. Proses pengeringan kaleng dan pembersihan kaleng ukuran 8oz dilaku-
kan dengan menggunakan mesin pengering, sedangkan untuk kaleng 68oz dila-
kukan secara manual. Untuk pengeringan dengan mesin, pengeringan hanya
dilakukan pada badan kaleng, sedangkan pengeringan pada bagian tutup dilaku-
kan secara manual.

Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah
rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng
yang basah. Di samping itu akan memudahkan dalam proses labeling.

Pemberian Label

Pemberian label adalah kegiatan penempelan label pada kaleng dengan
maksud agar penampakan kaleng lebih menarik dan konsumen mengetahui isi
kaleng tersebut. Label yang dicantumkan harus mempunyai warna yang cukup
menarik, disertai gambar, angka dan huruf yang jelas, singkat dan sederhana
(Gambar 3.7). Pencantuman label tersebut akan memudahkan konsumen dalam

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

39

memilih jenis jamur yang diinginkan dan yang lebih penting adalah kesesuaian
antara isi kaleng dengan apa yang tercantum dalam label. Sebelum label ditem-
pelkan keadaan permukaan kaleng bagian luar harus bersih dan tidak berminyak.

Pada label kertas tersebut dicantumkan jenis dan kualitas produk jamur,
gambar jamur, merk produk, medium yang digunakan, nama pabrik, berat ber-
sih, tujuan pemasaran jamur serta nomor ijin dari BPOM. Merk jamur yang
digunakan tergantung pada tujuan pemasaran dan berdasarkan permintaan
pemesan.

Gambar 3.7. Pelabelan

Penggudangan

Setelah kaleng dikeringkan, kaleng tersebut kemudian dibawa ke gudang
penyimpanan untuk menunggu hasil pemeriksaan sampel produk akhir di labora-
torium pengawasan mutu (Gambar 3.8). Lamanya penggudangan minimal 10
hari sesuai dengan lama pemeriksaan produk inkubasi. Bila produk sudah dinya-
takan aman (release), maka produk tersebut siap untuk dipasarkan. Penggu-
dangan produk dapat lebih dari 10 hari sampai ada pemesan yang akan mem-
belinya.

Pengepakan

Pengepakan adalah suatu kegiatan mengemas produk kaleng ke dalam
bahan pengemas. Pengemas yang digunakan ada dua macam, yaitu kardus
karton dan plastik. Fungsi kemasan ini adalah sebagai wadah kedua, yaitu wadah
yang tidak langsung berhubungan dengan makanan. Pada kemasan karton
terdapat tulisan label dan keterangan lain yang menjelaskan isi sebagai informasi
yang perlu disampaikan kepada konsumen.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

40

Gambar 3.8. Penggudangan

Sebelum proses pengepakan dilakukan, maka kaleng diuji dahulu kondisi
pembentukan vakumnya. Caranya adalah dengan memukul tutup kaleng dengan
batang besi kecil. Bila terjadi penyimpangan bunyi kaleng, maka kaleng diperiksa
apakah proses penutupan kaleng tidak sempurna atau sebab-sebab lain. Bila
terjadi cacat pada kaleng, maka kaleng dipisahkan.

Dengan pengemasan kaleng menjadi lebih rapi dan teratur, mencegah/
mengurangi terjadinya kerusakan selama penyimpanan di gudang dan di pasar,
serta memudahkan dalam pengangkutan dan distribusinya. Kegiatan pengepakan
meliputi tiga tahap, yaitu pembentukan bahan pengepak, pengisian kaleng dan
penutupan. Setelah kaleng dimasukkan dalam kardus atau dikemas dengan plas-
tik, lalu kaleng ditumpuk di atas palet untuk siap diangkut ke tujuan pemasaran.

Pencatatan dan Pengarsipan Proses Produksi

Informasi mengenai produksi seperti dijelaskan di atas harus dicatat pada
saat produksi oleh operator retort atau orang lain yang ditunjuk dalam formulir
yang mencakup tentang produk, nomor kode produksi, waktu, nomor retort atau
sistim proses, ukuran kaleng, jumlah kaleng per lot, suhu awal, waktu proses
aktual, suhu termometer air raksa, dan data-data proses yang dirasa perlu. Hal
lain yang perlu dicatat adalah tentang kevakuman mesin penutup kaleng (jika
penutupan kaleng dilakukan dengan mesin penutup vakum), maksimum pengi-
sian atau bobot tuntas, dan faktor-faktor kritis lain.

Faktor-faktor kritis didefinisikan sebagai faktor-faktor yang dapat mempe-
ngaruhi scheduled process dan pencapaian nilai sterilitas suatu proses sterilisasi.
Faktor-faktor kristis tersebut dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada (a) erat
pengisian; (b) berat tiris; (c) head space; (d) ukuran partikel produk, (e) kon-
sistensi/viskositas; (d) tingkat kematangan produk (bahan baku); (e) formulasi

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

41
produk; (f) suhu awal produk; (g) suhu sterilisasi; (h) waktu sterilisasi; (i) keva-
kuman; (j) persen liquid; (k) persen solid; (l) Brix, (m) orientasi produk dalam
wadah; (n) orientasi wadah dalam retort; (o) prosedur pendinginan; dan (p)
Come up time. Faktor-faktor kritis yang telah ditetapkan tersebut harus dicek dan
dikontrol secara rutin.
Rangkuman

a. Proses sterilisasi produk pangan dalam kemasan yang paling populer ada-
lah proses pengalengan, dimana produk dalam kaleng akan disterilisasi
dengan menggunakan ketel uap (retort). Proses pengalengan secara umum
melibatkan proses (a) pemilihan bahan baku dan bahan tambahan; (b) sor-
tasi dan pencucian; (c) pengupasan kulit, pembu-angan biji dan pemo-
tongan; (d) proses blansir; (e) pemasukan potongan buah ke dalam ka-
leng; (f) pengisian sirop/cairan; (g) exhausting; (h) penutupan kaleng; (i)
sterilisasi dalam retort (horisontal/vertikal); dan (j) pendinginan.
b. Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam
proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk
memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Blansir dapat
menggunakan steam blancher dan hot-water blancher. Tujuan blansir ada-
lah (a) membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal; (b)
meningkatkan suhu produksi produk/jaringan; (c) membuang udara yang
masih ada di dalam jaringan; (d) menginaktivasi enzim; (e) menghilang-
kan rasa mentah; (f) mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing,
dll); (g) mempermudah pengupasan; (h) memberikan warna yang dikehen-
daki; dan (i) mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
c. Exhausting adalah proses untuk menghilangkan sebagian besar udara dan
gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng, yang dapat memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penu-
tupan, sehingga (i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng
karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi, dan (ii) mengurangi
kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksi-
dasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
d. Proses penutupan kaleng (hermetic seaming) dilakukan segera setelah
medium pemanas diisikan ke dalam kaleng. Proses ini dilakukan secara
hermetis dengan menggunakan double seamer sehingga disebut dengan
istilah metode double seaming. Operasi penutupan kaleng berlangsung
dengan adanya tiga bagian dasar pada alat double seamer, yaitu base
plate, seaming chuck roll untuk operasi pertama dan operasi kedua. Bagian
base plate berfungsi menekan badan kaleng pada posisinya, seaming chuck
memegang tutup kaleng (lid) dan menekannya pada operasi I dan operasi
II.
e. Sterilisasi merupakan tahap proses yang paling penting, dimana proses
pembunuhan mikroba berlangsung. Waktu dan suhu yang diperlukan untuk
proses sterilisasi tergantung pada konsistensi atau ukuran partikelnya,
derajat keasaman isi kaleng, ukuran head space, besar dan ukuran kaleng,
kemurnian uap air (steam) yang digunakan, dan kecepatan perambatan
panas.

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

42

f. Venting adalah proses pengeluaran udara yang terdapat di dalam retort
sebelum proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, selama proses sterili-
sasi berlangsung uap dalam retort berasal dari steam murni. venting
bertujuan untuk menyeimbangkan antara suhu dengan tekanan. dan untuk
meningkatkan suhu awal kaleng sehingga dapat sesuai dengan suhu retort.
g. CUT (come up time) adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu
retort sampai mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian
CUT dihitung dari mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya
retort mencapai suhu retort. 40% dari CUT mempunyai efek letal yang
signifikan bagi tercapainya sterilitas.
h. Proses pendinginan dilakukan hingga suhu air dalam retort mencapai 38 -
42°C. Pendinginan harus dilakukan secara cepat untuk mencegah tum-
buhnya mikroba termofilik.

Daftar Pustaka

Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis
Horwood, New York.
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat
STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed,
Academic Press, San Diego, CA.

Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand
Reinhold, New York.

Valentas,K.J., Rotstein,E. Dan Singh,R.P. 1997. Handbook of Food Engineering
Practice. CRC Presss, New York.

Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip
Teknik Pangan. PAU Pangan

Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

43
TEKNIK PENGEMASAN
Interaksi bahan pangan atau makanan dengan lingkungan dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi bahan pangan tersebut, antara lain :

1. Interaksi massa :
– Kontaminasi mikrobia (jamur, bakteri, dll).
– Kontaminasi serangga.
– Penambahan air atau menguapnya air.
– Benturan / gesekan.

2. Interaksi cahaya :
– Oksidasi terhadap lemak, protein, vitamin, dll.

3. Interaksi panas :
– Terjadi gosong, perubahan warna.
– Rusaknya nutrisi, case hardening dll.
Fungsi Pengemasan
Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.
Tujuan Pengemasan
• Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang.
• Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah.
• Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan.
• Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan.
• Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan.
• Mendukung perkembangan makanan siap saji.
• Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan.

Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai tujuan pengemasan itu, yaitu :
• Bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu.
• Metode atau teknik Pengemasan bahan pangan harus tepat.
• Pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik.

Persyaratan Bahan Pengemas :
• Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas.
• Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan).
• Harus kedap air.
• Tahan panas.
• Mudah dikerjakan secara masinal dan harganya relatif murah.

Jenis-jenis Bahan Pengemas

1. Untuk wadah utama (pengemas yang berhubungan langsung dengan bahan pangan) :
• Kaleng/logam
• Botol/gelas
• Plastik
• Kertas
• Kain
• Kulit, daun, gerabah, bambu, dll

2. Untuk wadah luar (pelindung wadah utama selama distribusi, penjualan, atau penyimpanan) :
• Kayu
• Karton


Kain Blacu
• Digunakan untuk mengemas bahan pangan tepung, seperti tepung terigu atau tepung tapioka. Dibuat dalam bentuk kantung-kantung yang berkapasitas 10 – 50 kg.
• Kelebihannya adalah tidak mudah sobek/ kuat kainnya, flesibel, mudah dicetak dan murah harganya.
• Kelemahannya : memiliki permiabilitas udara yang jelek dan tidak kedap air.

Kertas
• Kertas “greaseproof” : dapat digunakan sebagai pengemas utama mentega, margarin, daging, kopi, dan gula-gula. Mirip kertas karton namun memiliki kekedapan terhadap perembesan lemak.
• Kertas “glassine” : dibuat 80% dari kertas greaseproof namun memiliki ketahanan terhadap udara dan lemak yang kuat, permukaanya halus, serta mengkilat. Sering digunakan untuk mengemas roti yang berkadar lemak tinggi.
• Kertas “kraft” : kertas yang dibuat dari bubur sulfat dan kayu kraft (yang berasal dari Swedia dan Jerman). Memiliki sifat yang lebih kuat dari kertas Glassine, sehingga bahan pangan yang dibungkus dengan kertas ini akan tetap kering lebih-lebih bila permukaannya dilem dengan resin. Kertas ini biasanya digunakan untuk mengemas keju di Negara-negara eropa.

Gelas
• Terbuat dari campuran pasir C2O, soda abu, dan alumina.
• Bersifat inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan)
• Kuat (tahan terhadap kerusakan akibat pengaruh waktu)
• Transparan (bentuk dan warna bahan pangan dapat dilihat).
• Kelemahannya adalah mudah pecah, tidak dapat digunakan untuk bahan pangan yang peka terhadap sinar.
• Agar tidak mudah pecah sebaiknya bagian permukaan gelas dilapisi dengan lilin (wax) dan silika yang halus.

Metal / Logam
• Bahan yang sering dipakai : Kaleng (tin plate) dan almunium.
• Tin plate adalah wadah yang terbuat dari baja yang dilapisi timah putih yang tipis, bagian dalamnya juga dilapisi dengan lapisan email.
• Lapisan email tersusun atas senyawa oleoresin, fenolik, vinil, dan lilin. Fungsi email adalah untuk mencegah korosi dan mencegah kontak antara metal dengan bahan pangan. Misal email fenolik digunakan untuk melapisi kaleng pengemas bahan ikan dan daging.

Aluminium
• Aluminium memiliki keuntungan sebagai bahan pengemas, yaitu memiliki berat yang lebih ringan dibanding baja.
• Aluminium juga mudah dibentuk sesuai keinginan.
• Aluminium lebih tahan korosi karena bisa membentuk aluminium oksida.
• Kelemahan aluminium adalah mudah berlubang dibanding baja dan lebih sukar disolder sehingga sambungan kemasan tidak benar-benar rapat.

Plastik
Penggunaan plastik dalam pengemasan sebenarnya sangat terbatas tergantung dari jenis makanannya. elemahan plastik adalah tidak tahan panas, tidak hermetis (plastik masih bisa ditembus udara melalui pori-pori plastik), dan mudah terjadi pengembunan uap air didalam kemasan ketika suhu turun.
Jenis plastik yang digunakan dalam pengemasan antara lain : polietilen, cellophan, polivinilklorida (PVC), polivinil dienaklorida (PVDC), polipropilen, poliester, poliamida, dan polietilentereptalat (PET).
• Polietilen : adalah jenis plastik yang harganya paling murah dan memiliki beberapa varian antara lain : Low Density Polyetilene (LDPE), High Density Polyetilene (HDPE), dan Polietelentereptalat (PET). Polietilen memiliki sifat kuat bergantung variannya, transparan, dan dapat direkatkan dengan panas sehingga mudah dibuat kantong plastik.
• Cellophan : sebenarnya terbuat dari serat selulosa yang disulfatasi. Cellophan dapat dipergunakan untuk membungkus sayuran, daging, dan beberapa jenis roti. Cellophan yang dilapisi nitroselulosa mempunyai sifat yang tahan terhadap uap air, fleksibel, dan mudah direkatkan dengan pemanasan. Cellophan yang dilapisi PVDC tahan terhadap uap air dan kedap oksigen sehingga baik untuk mengemas makanan yang mengandung minyak atau lemak.
• Polivinilklorida (PVC) : jenis plastik yang kuat, namun memiliki kelemahan yaitu dapat berkerut (Shrinkable) dan sering digunakan untuk mengemas daging atau keju.
• Polivinildienaklorida (PVDC) : jenis plastik yang kuat, tahan terhadap uap air dan transmisi udara. Sering dugunakan dalam pengemasan keju dan buah-buahan yang dikeringkan.

Edible film
Edible film adalah bahan pengemas organik yang dapat dimakan sekaligus dengan bahan pangan yang dikemasnya, biasa terbuat dari senyawa polisakarida dan turunan lemak. ahan yang digunakan antara lain polisakarida yang berasal dari rumput laut (agarose, karaginan, dan alginat), polisakarida pati, amilosa film, gelatin, gum arabik, dan turunan monogliserida. Contoh pengemasan edible film adalah pada sosis, permen, kapsul minyak ikan, sari buah dan lain-lain.

Karton
Karton sebenarnya merupakan bagian dari kertas namun lebih sering berfungsi sebagai wadah luar atau sebagai penyokong wadah utama dalam pengemasan bahan pangan agar lebih kuat, dan rigid. arton memiliki kelebihan antara lain elastisitas lebih baik dibanding kayu, dapat dicetak pada permukaannya, dapat dikerjakan secara masinal, pemakaiannya mudah, dan dapat dilipat sehingga tidak memerlukan ruang luas.


Bahan Pengemas Tradisional

Daun
Digunakan secara luas, bersifat aman dan bio-degradable, yang biasanya berupa daun pisang, daun jati, daun bambu, daun jagung dan daun palem. Lebih aman digunakan dalam proses pemanasan dibanding plastik.

Gerabah
Digunakan sejak zaman dahulu, aman bagi bahan pangan asal tidak mengandung timbal. Gerabah yang diglasir bersifat kedap air, kedap udara, mampu menghambat mikrobia, dan bersifat dingin sehingga cocok untuk mengemas bahan pangan seperti saus, madu, anggur, minyak, curd/dadih dll.

Sistem Rantai Pasok produk Hortikultura



PELATIHAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

PELATIHAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
Potensi industri pertanian, perikanan dan peternakan di Indonesia begitu tinggi namun pemberian nilai tambah pada produk-produk yang dihasilkan masih kurang. Untuk itu guna meningkatkan keterampilan pengolahan hasil pertanian, perikanan dan peternakan maka B4D3 konsultan menawarkan program pelatihan teknologi pasca panen
Sasaran Program
Masyarakat umum
Program Pelatihan
1. Teknologi Pengolahan Hasil Peternakan
o Keterampilan mengolah dan memasak hasil peternakan
o Pengawetan makanan hasil peternakan
o Keterampilan membuat berbagai produk hasil peternakan
o Teknik pengemasan Produk 2
2. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian
o Keterampilan mengolah dan memasak hasil pertanian
o Pengawetan makanan hasil pertanian
o Keterampilan membuat berbagai produk makanan dari hasil pertanian
o Pembuatan kue dan roti
o Teknik pengemasan Produk
3. Teknologi Perikanan
o Keterampilan mengolah dan memasak hasil perikanan air tawar/laut
o Pengawetan makanan hasil perikanan air tawar/laut
o Membuat berbagai produk makanan dari hasil perikanan air tawar/laut
o Teknik pengemasan Produk
Metode Pelatihan: Teori, Praktek
Jumlah minimal peserta : 10 orang/nego
Biaya, waktu dan tempat : Negosiable
Detail Program
Teknologi Pasca Panen Hasil Peternakan & Perikanan :
1. Pembuatan Abon (abon sapi, abon ayam, abon ikan dan abon dengan campuran keluwih)
2. Pembuatan Dendeng ( dendeng sapi, dendeng bebek, dendeng ikan)3. Pembuatan Telur Asin (aneka cara)
4. Aneka Kremesan (ayam dan empal kremes, bebek goreng)
5. Aneka Pembuatan Bakso (bakso sapi , ayam, ikan dan bakso sintetis)6. Aneka Olahan Ikan Bandeng (bandeng asap, bandeng presto, pepes ikan bandeng dan bandeng crispy)
7. Nugget (chicken nugget, nugget ikan, nugget tahu, nugget tempe)
8. Aneka olahan ayam (chicken drumsteak, chicken karage, crispy skin fries)
9. Fried chicken, diajarkan mulai dari mencampur tepung, tehnik memotong ayam hingga menggoreng kriting.
10. Sosis (sosis sapi, sosis ayam dan sosis ikan)
11. Sambel goreng ebi
12. Rumput laut
Teknologi Pasca Panen Pertanian :
1. Pembuatan aneka olahan ubi jalar (roti manis, donat, kue kering)
2. Aneka olahan salak (jus, dodol, wajik, syrup)
3. Aneka olahan pisang (sale pisang, tepung pisang, ceriping pisang dan ragam kue dari pisang)
4. Aneka olahan ubi kayu (Ceriping ubi, French Fries Ubi, tepung ubi dan aneka olahannya)
5. Aneka olahan sukun (ceriping sukun, kroket sukun, cage sukun, tart sukun)
6. Cabe kering dan cabe bubuk
7. Manisan
8. Pembuatan saos sambel dan saos tomat
9. Pembuatan selai / jam
Tentang Kami
B4D3 Consultans bergerak dibidang Jasa Pelatihan keterampilan, seminar, workshop/ Lokakarya dan Penyediaan Nara sumber/tenaga ahli untuk berbagi jenis kegiatan yang terkait bidang industri, pendidikan dan manajemen. B4D3 Consultans didirikan pada tanggal 2 Mei 2007 oleh Noor Fitrihana yang kini menjabat sebagai direktur. B4D3 Consultans merupakan Lembaga Pelatihan Manajemen, Life Skill dan Konsultansi di bidang industri, pendidikan dan manajemen. B4D3 Consultans bertujuan untuk memberikan jasa pelatihan di bidang industri, pendidikan dan manajemen serta pemberdayaan masyarakat di bidang usaha mikro, kecil dan menengah guna membantu pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. B4D3 Consultans memberikan layanan jasa kepada siapapun berdasarkan fleksibilitas anggaran dan permintaan dari perorangan, masyarakat umum, lembaga swadaya masyarakat, instansi pemerintah maupun swasta guna membantu mensukseskan program-program yang dilakukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kayu Manis, Pupuk Organik, Bisnin Agroindustri