Senin, 22 Februari 2010

POTENSI PENGELOLAAN BIOPROSPEKSI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 69
Bioteknologi merupakan cabang ilmu
yang relatif baru dibanding disiplin
ilmu lainnya yang sudah lama berkembang.
Meskipun demikian, penelitian bioteknologi
berkembang pesat terutama setelah
ditemukannya teknik dan peralatan modern
seperti polymerase chain reaction,
sequencer, dan microarray. Pemanfaatan
bioteknologi berkembang pada berbagai
bidang, seperti pertanian, perikanan, kelautan,
peternakan, farmasi, kedokteran,
dan bidang lain yang berhubungan atau
memanfaatkan agens hayati. Meskipun
tidak sepesat negara maju, penelitian bioteknologi
di Indonesia juga berkembang,
baik yang berkaitan dengan ilmu dasar maupun
terapan yang berpotensi komersial.
Hasil penelitian berbasis bioteknologi
bermanfaat dalam membangun industri
(Sunarlim dan Sutrisno 2003; Firn 2005).
Para ahli biologi telah lama mengetahui
manfaat keanekaragaman hayati
bagi kehidupan. Oleh karena itu, dilakukan
berbagai upaya untuk mengungkap potensi
manfaatnya yang dikenal sebagai
bioprospeksi. Bioprospeksi merupakan
upaya mencari kandungan kimiawi baru
pada makhluk hidup, baik mikroorganisme,
hewan maupun tumbuhan yang mempunyai
potensi sebagai obat atau nilai komersial
lainnya (Muchtar 2001). Berkembangnya
kegiatan bioprospeksi akan makin
mengintensifkan penelitian bioteknologi
untuk memacu perkembangan industri.
Industri berbasis bioteknologi berkembang
pesat di negara-negara maju,
seperti Amerika Serikat, Jepang, Denmark,
Swedia, Jerman, dan negara-negara Eropa
Barat lainnya. Dari 25 perusahaan farmasi
ternama di dunia, 10 di antaranya memanfaatkan
hasil bioprospeksi pada
hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme
(Firn 2005; Wikipedia 2007). Pada tahun
1995, perdagangan obat-obatan dunia dari
bioprospeksi memberikan pendapatan
$US14 miliar. Peningkatan ekonomi neto
sebagai dampak dari komersialisasi
bioprospeksi khususnya bidang pertanian
di Amerika Serikat mencapai $US1,50 miliar
pada tahun 2001, dan meningkat menjadi
hampir $US2 miliar pada tahun 2003
(Muchtar 2001).
Bioteknologi yang berkembang pesat
membuka peluang besar dalam transfer
gen secara tanpa batas, baik antarspesies
maupun antarfamili. Sejalan dengan hal itu,
negara-negara kaya sumber daya genetik
seperti Indonesia berupaya melindungi
kekayaan keanekaragaman hayati yang
dimiliki sebagai aset negara yang sangat
berharga di masa depan (Mangunjaya
2004). Pemerintah telah mengeluarkan
Undang-undang Nomor 12 tahun 2004
yang mengesahkan Protokol Cartagena
tentang keamanan hayati atas konvensi
tentang keanekaragaman hayati (Sekre-
POTENSI PENGELOLAAN BIOPROSPEKSI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Imron Riyadi
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1, Bogor 16151
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara “mega-biodiversitas” kedua di dunia setelah Brasil. Kekayaan sumber daya genetik
dan keanekaragaman hayati melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya genetik dan keanekaragaman
hayati tersebut merupakan aset negara yang tidak ternilai harganya dan berpotensi mendatangkan pendapatan
nasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun kekayaan tersebut melimpah, baru
sebagian kecil yang dimanfaatkan. Oleh karena itu, sangat penting melakukan upaya bioprospeksi dengan melibatkan
berbagai bidang, seperti pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, peternakan, dan farmasi. Keberhasilan
kegiatan bioprospeksi secara nasional dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, di samping melindungi
dan memberdayakan sumber daya genetik dan hayati yang ada.
Kata kunci: Bioprospeksi, sumber daya genetik, pertumbuhan ekonomi, Indonesia
ABSTRACT
Potential of bioprospecting management for Indonesian economic growth
Indonesia is the second mega-biodiversity country in the world after Brazil. The abundant genetic resources and
biological diversity occupy all Indonesia territory. The wealth is a valuable asset for the country which can
generate income to promote and increase economic growth. However, exploration and exploitation of the wealth
are low compared with its potential. So, it is important to intensify bioprospecting activities in various fields, e.g.
agriculture, forestry, fishery and marine, livestock, and pharmacy. Bioprospecting activities have a potency in
increasing economic growth besides protecting and exploring the genetic and biological resources.
Keywords: Bioprospecting, genetic resources, economic growth, Indonesia
70 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
tariat Negara Republik Indonesia 2004).
Hal tersebut mendorong untuk mengintensifkan
kegiatan bioprospeksi di
Indonesia.
Makalah ini bertujuan: 1) mengungkap
fenomena bioprospeksi yang berkaitan
dengan perkembangan bioteknologi, 2)
mengetahui manfaat dan potensi bioprospeksi
pada berbagai bidang, terutama pertanian,
yang dapat mengangkat pertumbuhan
ekonomi nasional, dan 3) memberikan
masukan kepada pengambil kebijakan
bioprospeksi dan pemanfaatan sumber
daya hayati agar memperhatikan kelestarian
alam dan kepentingan nasional.
BIOPROSPEKSI DALAM
PENINGKATAN EKONOMI
INDONESIA
Definisi Bioprospeksi
Bioprospeksi merupakan isu yang relatif
baru dan hangat dalam pengelolaan sumber
daya hayati. Cakupan bioprospeksi
meliputi beberapa bidang, seperti kehutanan,
pertanian, peternakan, perikanan dan
kelautan, farmakologi atau farmasi, kedokteran,
dan bidang lain yang berkaitan
dengan organisme. Bioprospeksi berasal
dari kata biodiversity dan prospecting,
yang berarti proses pencarian sumber
daya hayati terutama sumber daya genetik
dan materi biologi lainnya untuk kepentingan
komersial (Moeljopawiro 1999;
Muchtar 2001; Anonim 2007). Karena
luasnya cakupan bidang bioprospeksi
maka bioprospeksi dapat didefinisikan
lebih luas dan detail, yaitu kegiatan mengeksplorasi,
mengoleksi, meneliti, dan memanfaatkan
sumber daya genetik dan biologi
secara sistematis guna mendapatkan
sumber-sumber baru senyawa kimia, gen,
organisme, dan produk alami lainnya yang
memiliki nilai ilmiah dan/atau komersial
(Lohan dan Johnston 2003; Gepts 2004).
Sumber daya genetik dapat ditemukan
pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme.
Organisme tersebut mempunyai
habitat yang luas dan beragam, yaitu
hutan, lahan pertanian dan perkebunan,
laut, perairan darat (sungai, kolam, dan
danau), serta lingkungan sekitar. Kegiatan
bioprospeksi dilakukan oleh berbagai
lembaga atau institusi, seperti perusahaan
farmasi, makanan, tekstil, dan pertanian,
serta lembaga penelitian dan institusi lain
baik milik pemerintah maupun swasta.
Pelaku bioprospeksi disebut bioprospektor
(Muchtar 2001).
Bioprospeksi bertujuan mengidentifikasi
dan mengoleksi spesies-spesies
yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan
secara komersial, terutama dengan
memanfaatkan teknik bioteknologi,
sehingga dapat memberikan nilai tambah
komersial. Bioprospeksi penting dilakukan
terutama pada bidang pertanian karena
Indonesia memiliki potensi sumber daya
genetik yang besar. Salah satu contoh
adalah penemuan mikroorganisme, baik
bakteri maupun cendawan, yang berperan
dalam penguraian (pengomposan) bahan
organik. Mikroorganisme tersebut bermanfaat
dalam pengelolaan limbah pertanian
sehingga penting artinya dalam
menangani masalah limbah. Mikroorganisme
juga dapat dimanfaatkan dalam
membuat pupuk organik untuk mensubstitusi
pupuk anorganik yang harganya
makin mahal. Mikroorganisme juga dapat
diformulasikan untuk pembuatan pupuk
organik maupun pengelolaan limbah pertanian,
terutama pada perkebunan besar
yang sering menghadapi masalah limbah,
seperti pabrik pengolahan kelapa sawit.
Dengan demikian, formula tersebut berpotensi
diterapkan di perkebunan maupun
subsektor pertanian lainnya sehingga
mempunyai nilai komersial.
Keberadaan dan Potensi
Bioprospeksi di Indonesia
Potensi atau fungsi sumber daya alam
dalam kehidupan manusia bergantung
pada jumlah dan jenis senyawa yang
dikandungnya. Sumber daya alam berfungsi
sebagai penghasil bahan pangan,
papan, energi, dan kebutuhan manusia
lainnya. Sumber bahan pangan paling
dominan adalah protein, karbohidrat,
lemak, dan vitamin. Sumber daya hayati
berupa vegetasi sangat penting karena
selain berperan menjaga keseimbangan
iklim, juga dapat menghasilkan berbagai
jenis kayu. Kayu mempunyai potensi
ekonomi tinggi karena mengandung
senyawa-senyawa polifenol, selulosa, dan
lignin yang bermanfaat dalam industri
pulp, kertas, furnitur dan sebagainya serta
perumahan. Sebagai energi, sumber daya
alam menyediakan senyawa-senyawa
hidrokarbon, baik yang bersifat terbarukan
maupun tak terbarukan. Sumber daya
hayati bermanfaat pula sebagai sumber
obat-obatan dan agrokimia karena mengandung
berbagai senyawa seperti
alkaloid, terpen, dan flavonoid (Plotkin
2007). Keragaman komposisi senyawa
yang dikandung menjadikan sumber daya
hayati memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Namun, nilai ekonomi yang tinggi tersebut
di lain pihak justru memicu kerusakan
sumber daya hayati akibat eksploitasi
yang berlebihan (Yun 2001).
Sumber daya hayati diperlukan
manusia sebagai bahan tempat tinggal,
sandang, furnitur, dan bahan pangan,
sesuai dengan variasi dan komposisi
senyawa yang dikandungnya. Spesies
sumber pangan telah dimanfaatkan secara
berkelanjutan karena umumnya memiliki
daur hidup pendek sehingga mudah dibudidayakan.
Ini berbeda dengan spesies
sumber nonpangan yang daur hidupnya
biasanya lebih panjang sehingga termasuk
sumber daya alam tak terpulihkan.
Sumber daya yang berpotensi sebagai
bahan tempat tinggal, furnitur, dan pakaian
umumnya berupa vegetasi dan bagian
yang dimanfaatkan adalah batang atau
kayu. Bentuk pemanfaatan inilah yang
menyebabkan makin berkurangnya keanekaragaman
hayati dan meluasnya
lahan gundul (Santosa 2003a).
Di bidang kehutanan, bioprospeksi
dapat digunakan sebagai alternatif
strategis pemanfaatan sumber daya hutan
pengganti kayu. Bioprospeksi dapat
melalui cara tradisional maupun ilmiah.
Banyak sumber daya hayati Indonesia
yang diketahui potensinya melalui kedua
cara tersebut. Potensi sumber daya hayati
perlu pula dinilai secara ekonomi sehingga
konsep bioprospeksi dapat diterapkan
secara formal dalam pengelolaan hutan.
Pendekatan ekologis dalam pemeliharaan
hutan di Indonesia belum dapat dilakukan,
karena hutan masih merupakan sumber
devisa negara dan pendapatan masyarakat
sekitarnya. Eksploitasi hutan dapat dikendalikan
melalui pendekatan ekonomi yang
berwawasan lingkungan.
Indonesia memiliki berbagai spesies
endemis dan nonendemis berpotensi bioprospeksi
yang perlu dikelola dengan
baik, yaitu bernilai ekonomi tinggi dan
berwawasan lingkungan, sehingga dapat
menggantikan bidang perkayuan. Potensi
lain yang dapat dikembangkan adalah
kandungan bahan aktif pada beberapa
jenis tanaman untuk mengendalikan hama
atau penyakit. Ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri), misalnya, dapat digunakan
untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus (Ajizah et
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 71
al. 2007). Penggunaan ekstrak tersebut
dapat menekan pemakaian pestisida kimia
sehingga mengurangi biaya selain ramah
lingkungan. Masih banyak potensi lain
yang dapat digali dari sumber daya hayati.
Oleh karena itu, konsep bioprospeksi
dapat dilakukan di Indonesia karena besarnya
potensi sumber daya hayati. Penerapan
konsep ini memerlukan landasan hukum
baik dari pemerintah pusat maupun
daerah. Dalam kaitannya dengan Undangundang
Nomor 22 tahun 1999 tentang
otonomi daerah, pengelolaan sumber daya
alam dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah.
Di bidang pertanian, bioprospeksi
dapat digunakan sebagai alternatif strategis
pemanfaatan sumber daya tanaman
yang mempunyai sifat-sifat unggul, sehingga
dapat meningkatkan produksi baik
kuantitas maupun kualitasnya. Indonesia
memiliki berbagai jenis tumbuhan yang
khas dan bernilai ekonomi tinggi yang tidak
dimiliki negara lain. Kelapa kopyor, damar,
dan kayu ulin, misalnya. Kelapa kopyor
banyak terdapat di Jawa dan Madura,
terutama di Kabupaten Pati, Jawa Tengah,
dengan areal tanam 378 ha (Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain 2007).
Sementara kebun damar terdapat di
Kabupaten Krui, Lampung dengan luas
areal 55.000 ha (Griya Asri 2007).
Potensi bioprospeksi tidak hanya
dijumpai di habitat alami (hutan), tetapi
juga di kawasan lain, seperti perairan. Hal
ini karena Indonesia beriklim tropis
sehingga berbagai jenis makhluk hidup
dapat berkembang dengan baik. Namun,
rahasia dan manfaatnya banyak yang
belum terungkap. Sebagai contoh,
skrining pada sampel tanah sawah yang
ditanami padi IR64 mendapatkan beberapa
strain bakteri penghasil enzim fitase dan
fosfatase, antara lain dari marga Bacillus,
Klebsiella, Enterobacter, dan Pantoea.
Juga beberapa bakteri baru yang belum
diketahui taksonominya. Enzim fitase
merupakan salah satu kelompok enzim
fosfatase yang mampu menghidrolisis
senyawa fitat. Enzim ini kini menjadi salah
satu enzim komersial di dunia (Mangunjaya
2004).
Fitat merupakan senyawa fosfat
kompleks yang tersimpan hingga 88%
dalam biji-bijian. Senyawa ini mampu
mengikat berbagai logam seperti Mg, Mn,
Fe, Zn, Ca, dan protein yang sangat berguna
bagi pertumbuhan tanaman, hewan,
dan manusia. Ketiadaan enzim fitase dalam
saluran pencernaan hewan, terutama
hewan nonruminansia seperti unggas dan
ikan, serta manusia menyebabkan senyawa
fitat dalam biji-bijian yang dikonsumsi
tidak dapat dicerna. Akibatnya, senyawa
ini terbuang percuma bersama kotoran
(feses), padahal biji-bijian umumnya
merupakan sumber protein dalam pakan
maupun bahan pangan. Dengan bantuan
enzim fitase, biji-bijian dalam bahan
pangan maupun pakan dapat dimanfaatkan
secara optimal. Bagi ternak, enzim ini
penting untuk membantu meningkatkan
efisiensi pakan.
Masih banyak potensi bioprospeksi
yang lain, antara lain berkaitan dengan
farmasi dan kesehatan sebagai sumber
obat-obatan (Plotkin 2007; Wikipedia
2007), makanan dan minuman, tekstil,
peternakan, perikanan dan kelautan
(Brown 2007). Potensi tersebut tersebar
di seluruh wilayah Indonesia.
PENGELOLAAN
BIOPROSPEKSI DI
INDONESIA
Bioprospeksi berkaitan dengan pemanfaatan
bioteknologi. Namun, penelitian
dan pemanfaatan bioteknologi memerlukan
biaya besar, antara lain karena membutuhkan
peralatan yang modern dan
perlu didatangkan dari negara lain. Selain
itu, penelitian terhadap sumber daya
hayati memerlukan waktu yang cukup
panjang. Thomas Brock, seorang ilmuwan
dari Amerika Serikat, mulai melakukan
penelitian terhadap mikroorganisme pada
kolam panas (hot pools) di Taman
Nasional Yellowstone pada tahun 1966.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menginventarisasi
kekayaan alam di Amerika
Serikat (Firn 2005). Hasil penelitian menunjukkan,
ternyata dalam air yang panas
masih ada mikroorganisme yang hidup.
Mikroorganisme tersebut diberi nama
Thermus aquaticus. Brock lalu mempelajari
kemampuan hidup T. aquaticus di
laboratorium dan mengirimkan sampel
hidup jasad renik itu ke American Type
Culture Collection, sebuah organisasi
yang berfungsi sebagai “perpustakaan”
yang mengoleksi mikroorganisme, seperti
halnya yang dilakukan oleh Indonesian
Centre for Biodiversity and Biotechnology
(ICBB) di Bogor (Muchtar 2001; Brown
2007).
Pada tahun 1985, Cetus Corporation,
sebuah perusahaan bioteknologi mengembangkan
cara baru untuk menduplikasi
(menyalin) materi genetik. Sejak saat itu,
ilmuwan mulai antusias mempelajari
kromosom yang diketahui sebagai sandi
dari semua unsur kehidupan pada makhluk
hidup. Kromosom sangat sulit dipelajari
karena terbuat dari gen, dan gen sendiri
berasal dari DNA. DNA mudah rusak bila
diperlakukan di laboratorium. Oleh karena
itu, para ilmuwan berusaha menduplikasi
DNA untuk mempelajarinya secara akurat.
Ilmuwan dari Cetus, Dr. Kary Mullis,
menggunakan enzim Tag polymerase yang
diisolasi dari T. aquaticus, yang semula
diisolasi di American Type Culture
Collection. Tag polymerase sangat efektif
untuk mempelajari DNA. Atas hasil jerih
payahnya, Dr. Kary Mullis memenangkan
hadiah Nobel di bidang kedokteran. Tag
polymerase kini digunakan secara luas,
khususnya untuk membantu identifikasi
DNA. Enzim ini bermanfaat pula dalam
identifikasi DNA pada kasus kejahatan,
diagnosis kesehatan, serta penelitian yang
berkaitan dengan penelusuran unsur
DNA (Sakai et al. 1999). Enzim Tag
polymerase masih sulit didapat dan
manfaatnya sangat besar sehingga harganya
mahal.
Hasil penelitian di Indonesia yang
terkait dengan bioteknologi dan bioprospeksi
telah banyak, baik berupa
materi genetik maupun teknologi. Sebagian
temuan tersebut telah mendapat
hak paten. Sebagai contoh, beberapa
temuan Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) di Bogor
telah mendapat paten dan dimanfaatkan
secara komersial (Tabel 1; Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia 2004). Manfaat
produk tersebut telah diakui oleh
stakeholder, baik perusahaan maupun
perorangan.
Kendala utama kegiatan bioprospeksi
adalah keterbatasan biaya. Untuk mengatasinya
dapat dilakukan kerja sama antarinstitusi,
baik di dalam maupun di luar
negeri. Kerja sama dengan institusi di luar
negeri perlu dilakukan dengan hati-hati
agar manfaat yang diperoleh dapat dikembangkan
dan tidak menimbulkan kerugian
di masa mendatang (Moeljopawiro
1999).
Dengan kemajuan biologi molekuler,
pembuatan tanaman transgenik untuk
mendapatkan sifat-sifat unggul seperti
yang diinginkan berpeluang besar dapat
terwujud. Beberapa negara maju seperti
Amerika Serikat telah berhasil mengembangkan
tanaman transgenik. Indonesia
72 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
juga telah melakukan penelitian tanaman
transgenik, seperti yang dilakukan LIPI.
Padi transgenik penghasil vitamin A yang
dikenal sebagai Golden Rice, misalnya,
merupakan sebagian kecil keberhasilan
transgenesis pada tanaman (Santosa
2003b). Sampai akhir tahun 1999, paling
sedikit telah berhasil dikonstruksi 34
spesies tanaman transgenik dengan berbagai
sifat, seperti ketahanan terhadap
hama dan penyakit serta herbisida. Keunggulan
lain dari tanaman transgenik
adalah tahan disimpan, merupakan
produsen vitamin A dan E, mengandung
asam amino tertentu yang menghasilkan
protein khas, menghasilkan minyak/lemak
jenis baru, penghasil warna bunga tertentu,
toleran kekeringan, kadar garam
tinggi dan suhu rendah, serta mampu menyerap
logam berat (Santoso 2003b).
Saat ini mulai dikembangkan generasi
kedua tanaman transgenik yang dirancang
sebagai sumber energi masa depan, penghasil
plastik dapat terurai, enzim industri,
dan obat-obatan (Cho et al. 1992; Chun et
al. 1999; Santosa 2003b). Tanaman transgenik
generasi kedua tersebut disajikan
pada Tabel 2.
PENATAAN BIOPROSPEKSI
DI INDONESIA
Keberadaan dan potensi bioprospeksi di
Indonesia cukup tinggi. Di samping itu,
peluang untuk melakukan eksplorasi,
inventarisasi, pengembangan, dan komersialisasi
terbentang luas karena keanekaragaman
hayati di Indonesia melimpah
(Moeljopawiro 1999; Mangunjaya 2004).
Potensi dan peluang ini harus dikelola
dengan baik dan terencana serta terarah
untuk menghindari peluang pencurian
oleh negara lain, yang selanjutnya dapat
menjadi pesaing produk yang sama
meskipun sumber plasma nutfahnya dari
Indonesia.
Sumber-sumber dan potensi bioprospeksi
yang terdapat di seluruh Indonesia
dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam mengambil langkah-langkah maupun
kebijakan bioprospeksi. Kebijakan tersebut
terutama berkaitan dengan kegiatan
eksplorasi, inventarisasi serta koleksi
sumber daya genetik dan hayati yang
mempunyai potensi bioprospeksi. Upaya
ini dapat terwujud bila ada persamaan
persepsi dan kesatuan arah dalam merealisasikan
program maupun kebijakan yang
akan dilaksanakan.
Tabel 1. Produk bioteknologi komersial hasil penelitian di Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Nama produk Peneliti penemu
Bibit kelapa kopyor hasil kultur jaringan Dr. J.S. Tahardi
(Paten No. ID 0 001 957) Dra. Kusumasuasti,
W. Rachmat Wargadipura, MSc.
Bibit sagu hasil kultur jaringan Dr. J.S. Tahardi
(Paten No. S-00200200187) Imron Riyadi, SP.
Benih sintetik teh Ir. Sumaryono, MSc.
(Paten No. S-00200200198) Imron Riyadi, SP.
Teknologi pembiakan Spirulina platensis Dr. Tri Panji
Dr. Suminar S. Achmadi
Biofertiliser EMAS Dr. Didiek Hadjar Goenadi
(Paten No. ID 0 000206S) Dr. Rasti Saraswati
Dekomposer Orgadec Dr. Didiek Hadjar Goenadi
(Paten No. ID 0 000264S) Drs. Yufnal Away, MS.
Biofungisida Gremi-G Dr. Darmono Taniwiryono
(Paten No. S-980046)
Bioinsektisida Meteor Dr. Agus Purwantara
(Paten No. S-2000 0106) Dr. Darmono Taniwiryono
Repellan Hamago Dr. Tri Panji
(Paten No. S-2000 0107) Dr. Darmono Taniwiryono
Bioinsektisida Nirama Dr. Darmono Taniwiryono
(Paten No. S-2000 0132) Dr. Agus Purwantara
Sumber: Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2004).
Tabel 2. Tanaman transgenik generasi kedua.
Produk Sumber gen Tanaman transgenik
Hidrokarbon, minyak Ganggang, khamir Lobak
bumi dan minyak lainnya Mortierella aplina
Polimer polihidroksi Bakteri Arabidopsis thaliana,
alkanoat: bahan dasar Ralstonia eutropha, jagung, lobak
plastik mudah terurai Pseudomonas aeruginosa
alami
Enzim untuk industri:
α-amilase Bakteri Tembakau,
Baccilus licheniformis Pisum sativum
Pitase Cendawan Tembakau, kedelai
Aspergilus niger
β(l,3−1,4) glucanase Bakteri R. flavevaciens, Tembakau, barley
B. amyloliquofaciens
β(l,4) xylanase Bakteri Tembakau
Clostridium thermocellum, Pisum sativum
R. flavevaciens
Produksi obat-obatan
(antigen):
Antigen CT-B Bakteri Vibrio cholera Kentang
Antigen LT-B Enterotoxigenic Kentang, tembakau
Escherichia coli
Insulin linked to CT-B Manusia dan Kentang
Enterotoxigenic E. coli
Protein capsid Virus Norwalk Kentang, tembakau
Antigen permukaan Virus hepatitis B Tembakau
Malaria epitope Plasmodium spp. Tembakau
V3 loop of HIV HIV Tembakau
Antigen virus rabies Virus rabies Tembakau, bayam
Drg24
Sumber: Santosa (2003b).
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 73
DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, A., Thihana, dan Mirhanuddin. 2007.
Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri T et B) dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus
secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37−42.
Anonim. 2007. Bioprospecting-Fact Sheet.
(http://www.iavascript.history.go.)-1.
(diakses tanggal 13 Agustus 2007).
Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma
Lain. 2007. Identifikasi, Perbaikan, Pengembangan
dan Perlindungan Varietas Kelapa
Kopyor Genjah Patio. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado.
(http:// perkebunan. litbang. deptan. go.id/).
(diakses tanggal 26 Desember 2007).
Brown, W.L. 2007. Bioprospecting. Missouri
Botanial Garden. (http://www.wlbcenter.org/
bioprospecting.htm#). (diakses tanggal 17
September 2007).
Cho, K.S., M. Hirai, and M. Shoda. 1992.
Degradation of hydrogen sulfide by
Xanthomonas sp. strain DY44 isolated from
peat. App. Environ. Microbiol. 58(4): 1.183−
1.189.
Chun, L., A. Huq, and R.R. Colwell. 1999.
Analysis of 16S-23S rRNA intergenic spacer
region of Vibrio comma and V. miniscus.
Appl. Environ. Microbiol. 65(5): 2.202−
2.208.
Firn, R.C. 2005. The Implications of the
Screening Hypothesis. The Pharmaceutical
Industry and Bioprospecting. Biology
Module 867. 3 pp.
Gepts, P. 2004. Who owns biodiversity and how
should the owners be compensated? Plant
Physiol. 134: 1.295−1.307.
Griya Asri. 2007. Satu-satunya Tempat Kebun
Damar. (http://griya-asri.com/article/lingkunganhidup/
satu-satunya_tempat_kebun_damar.deo).
(diakses tanggal 17 September 2007).
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2004.
Pedoman Tarif Pelayanan dan Harga Produk
LRPI. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia,
Bogor. 56 hlm.
Lohan, D. and S. Johnston. 2003. The International
Regim for Bioprospecting. UNU/
IAS All Right Reserved. 26 pp.
Mangunjaya, F. 2004. Bioteknologi Berbasis
Kekayaan Hayati. Concervation International-
Indonesia. 6 hIm.
Moeljopawiro, S. 1999. Bioprospecting: Peluang,
potensi dan tantangan. Buletin AgroBio 3(1):
1−7.
Muchtar, M. 2001. Bioprospeksi. Indonesian
Nature Concervation Newsletter. 11 pp.
Plotkin, M.J. 2007. Searching Nature’s Medicines.
American Institute og Biologycal Science.
(http://www.action.bioscience.org/biotech/).
(diakses tanggal 17 Desember 2007).
Sakai, T.E., E. Matsuo, and A. Wakizaka. 1999.
Complete DNA sequence analysis for 16S
ribosomal RNA gene of the leproma-derived,
cultivable and nerve-invading Mycobacterium
KI-75. Int. J. Lepr. Mycobact. Dis.
67(1): 52−59.
Santosa, D.A. 2003a. Kekayaan Hayati Indonesia
Dicuri? Kompas. (8 November 2003).
Santosa, D.A. 2003b. Transgenik: Antara Kenyataan
Ilmiah, Opini dan Emosi. Indonesian
Center for Biodiversity and Biotechnology.
4 pp.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2004.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 88.
Sunarlim, N. dan Sutrisno. 2003. Perkembangan
penelitian bioteknologi di Indonesia. Buletin
AgroBio 6(1): 1−7.
Widjanarko, M. 2002. Pelibatan masyarakat
dalam penataan hidup. Suara Merdeka.
(http://www.suaramerdeka.com/cybernews/).
(diakses tanggal 18 Desember 2006).
Wikipedia. 2007. Commercialization of traditional
medicines. (http://en.wikipedia. org/wiki/
Biopiracy_and_bioprospecting). (diakses
tanggal 15 September 2007).
Yun. 2001. Pembajakan hayati saat ini terjadi di
Indonesia. Kompas. (14 Juli 2001).
Pemerintah yang diwakili oleh departemen
terkait seharusnya lebih tanggap
dan peduli akan potensi bioprospeksi
yang dimiliki Indonesia. Wakil rakyat di
Parlemen seyogianya mau tahu dan peduli
sehingga tidak keliru dalam memberikan
tanggapan maupun menyetujui undangundang
yang diusulkan oleh pemerintah.
Masyarakat setempat juga dilibatkan
secara aktif agar tidak terjadi gejolak atau
konflik sosial (Widjanarko 2002). Yang
lebih penting, kebijakan tersebut dapat
lebih mendorong pengelolaan kekayaan
bioprospeksi untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional yang berwawasan
kelestarian alam dan memperhatikan
generasi mendatang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kekayaan sumber daya genetik dan hayati
Indonesia melimpah. Kekayaan tersebut
mempunyai potensi untuk dikembangkan
sehingga memberikan nilai tambah
ekonomi. Untuk itu, penting ditentukan
langkah-langkah atau program yang terencana
dan terarah untuk mengeksplorasi,
menginventarisasi, dan mengembangkan
potensi bioprospeksi yang terdapat
di seluruh wilayah Indonesia.
Pengelolaan bioprospeksi memerlukan
dukungan seluruh komponen masyarakat.
Pemerintah perlu membuat kebijakan
pengelolaan bioprospeksi dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan dan
berwawasan masa depan.
Penggalian sumber dana untuk kegiatan
bioprospeksi dapat dilakukan
melalui kerja sama dengan institusi di
dalam maupun luar negeri. Namun, kerja
sama perlu dilakukan dengan cermat serta
dengan pengawasan yang ketat, sehingga
dapat ditentukan tatanan kerja sama yang
dapat dilakukan maupun yang tidak dapat
dilakukan. Di dalam negeri, kerja sama
sebaiknya dilakukan antara instansi lingkup
departemen dengan Pemerintah
Daerah dengan dikoordinasi oleh Pemerintah
Pusat, sehingga dapat menghemat
biaya dan manfaatnya dapat dirasakan
oleh seluruh masyarakat. Hal ini selanjutnya
dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi sehingga mengurangi ketergantungan
terhadap produk luar negeri.

Tidak ada komentar: